Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Kembalinya Paham Ahlussunnah wal Jama’ah

Abu al-Hasan bin Ismail al-Asy’ari atau yang biasa dikenal dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari merupakan seorang ulama ternama yang lahir di Bashrah pada tahun 873 M/ 260 H. Nama Imam Asy’ari dikenal sebagai ulama mashyur keturunan salah seorang sahabat Nabi bernama Abu Musa al-Asy’ari. Abu al-Hasan al-Asy’ari dibesarkan oleh ayah tirinya dan sejak kecil dikenalkan dengan Al-Jubbai dan mengikutinya mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan terus mendalaminya hingga berusia 40 tahun.

Seperti yang diketahui, ajaran Muktazilah adalah ajaran yang menyimpang dari ahlissunnah wal Jamaah. Ajaran ini mengutamakan akal dibandingkan hati nurani dalam menafsirkan Alquran. Itulah mengapa ajaran ini kurang banyak diterima oleh para ulama Sunni dikarenakan ajarannya yang terlalu kaku dan ekstrem dalam memperlakukan umat Islam. Pada ajaran Muktazilah menyebutkan bahwasanya seorang Muslim yang melakukan kesalahan maka ia sudah bukan muslim lagi. Nah, ajaran inilah yang sejak kecil sempat didalami oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari.

Semangat Abu al-Hasan al-Asy’ari dalam Mematahkan Argumentasi Sekte Muktazilah

Selama mendalami ilmu Muktazilah, Abu al-Hasan al-Asy’ari justru semakin merasa jika aliran ini kurang luwes dan terlalu kaku dalam menerjemahkan hadist-hadist Alquran. Berbekal wasiat ayah kandungnya yang meninggal saat ia kecil, dimana Abu al-Hasan al-Asy’ari disarankan untuk menuntut ilmu hadist pada seorang pakar ilmu hadist dan fikih mazhab Hanbali,  Syekh Zakaria as-Saji, pada suatu malam Abu al-Hasan al-Asy’ari bangun dari tidurnya untuk menunaikan shalat dan meminta petunjuk kepada Allah SWT akan ajaran yang hendak ia ikuti, maka di suatu malam dijawab melalui mimpinya. Mimpi tersebut berupa Rasulullah mendatangi mimpinya dan memintanya untuk tetap berada di jalur Ahlussunnah wal jamaah.

Setelah mengurung diri dan meminta pencerahan, Abu al-Hasan al-Asy’ari lantas bangun dan mulai menyusun argumen terhadap manhaj Ahlusunnah wal Jamaah selama 15 hari lamanya. Lantas memberanikan diri menyerukan bahwa mulai hari itu dirinya tidak menjadi bagian lagi dari sekte Muktazilah dan akan fokus memperdalam manhaj Ahlussunnah wal Jamaah dengan turut berkontribusi menghasilkan kitab-kitab dan hadist mazhab Hanbali.

Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Sifat-Sifat Allah

Karena masih memiliki pembawaan ajaran Muktazilah selalma 40 tahunnya, tidak mudah bagi Abu al-Hasan al-Asy’ari untuk segera meyakini keseluruhan sifat-sifat Allah. Dari 10 sifat Allah, hanya tujuh yang menjadi ketetapannya. Walau begitu, di sisa hidupnya Abu al-Hasan al-Asy’ari kembali menjadi bagian mazhab Hambali di bawah Imam Ahmad bin Hanbal. Itulah mengapa Abu al-Hasan al-Asy’ari banyak disebut sebagai pahlawan Ahlussunnah wal Jamaah karena turut mengembalikan sunnah-sunnah Nabi di masyarakat melalui karya-karya dan keberaniannya.

Demikian adalah penjelasan singkat seputar kisah ulama Abu al-Hasan al-Asy’ari. Jika Anda tertarik dengan kisah-kisah ulama lainnya, silakan kunjungi website arafa.id.